Selamat datang di blog Wisata Mancing - Bono Kampar yang berlokasi di PLTA Koto Panjang, tepatnya di daerah Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
Laporan dari koran Riau POS
Waduk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kotopanjang, Desa
Merangin, Bangkinang Barat, Kampar tidak hanya tempat mencari nafkah
bagi petani keramba ikan. Mengantar pemancing ke berbagai ceruk waduk
juga menjadi cerita lain dari denyut kehidupan di perairan itu. Dari
para pemancing inilah, A Zamri mengumpul lembar demi lembar rupiah untuk
menyara keluarganya.
Laporan ABU KASIM, Kotopanjang
PAGI menjelang siang, sinar matahari mulai menyengat di kulit. Para pembeli ikan keramba yang akan memasarkan hasil ikan milik para petani di Danau PLTA Kotopanjang terlihat sibuk. Ada yang memasukannya ke dalam kantong plastik yang diisi oksigen dan ada juga yang mengumpulkan ikan dari beberapa keramba untuk dijual kepada pembelinya.
Sejauh mata pemandang, di danau PLTA Kotopanjang, yang luasnya lebih kurang 18 kilometer, terdapat ribuan keramba ikan, sebagai sumber mata pencarian utama masyarakat setempat. Sebelum menjadi danau kawasan itu merupakan perkampungan masyarakat, setidaknya ada 13 desa yang terpaksa ditenggelamkan untuk pembangunan PLTA Kotopanjang.
Di tengah kesibukan para petani keramba ikan, A Zamri (57) warga Desa Marangin, Kecamatan Bangkinang Barat, Kampar, adalah salah seorang warga yang memilik usaha unik, yakni pemilik sampan wisata bono pancing. Dia satu-satunya warga yang melayani para mania pancing untuk memancing ikan di sekitar danau PLTA Kotopanjang tersebut. ‘’Saya satu-satunya warga yang melayani masyarakat yang ingin memancing di sekitar danau. Bahkan saya juga mengajak masyarakat yang berkunjung ke danau PLTA untuk berwisata. Modalnya cuma perahu ‘’odong-odong’’ ini,’’ ucap Zamri.
Ia mengaku, sejak Desa Pulau Gadang ditenggelamkan pada Februari 1997, mata pencariannya sempat hilang dan baru pada 2004 dirinya mulai mencari usaha, yang diawali dengan membangun satu buah keramba ikan. Karena keterbatasan modal, maka keramba ikannya tidak mampu menghasilkan uang yang banyak untuk membiayai anak-anaknya untuk sekolah.
Namun berkat kesabarannya, Zamri saat ini memiliki 18 petak keramba ikan dan selain itu dia juga bekerja sambilan sebagai pembandu wisata mancing. Sehingga pendapatannya melebihi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari. Meski masih banyak kendala lain dalam menggelola usaha keramba ikan, namun ia lebih mencintai profesinya sebagai pemandu wisata mancing.
‘’Saya lebih senang membawa orang untuk berwisata mancing di waduk PLTA ini, karena penghasilannya lumayan besar, apalagi hanya dirinya satu-satunya yang melayani masyarakat yang datang memancing ke danau untuk diantar ke tempat memancing,’’ ucapnya.
Zamri mengaku, dengan sampan yang terbuat dari bahan fiber dan dibantu dengan satu unit mesin berkekuatan 15 PK, dirinya siap melayani siapapun yang ingin menggunakan jasa sampannya. Baik untuk sekadar rekreasi melihat pemandangan indahnya danau, maupun untuk diantarkan memancing di tempat yang dinilai banyak ikannya.
Hampir setiap hari dia melayani para pengunjung yang datang, kecuali pada hari Jumat yang memang waktu itu dipergunakan untuk beribadah. Namun pada hari-hari lain, dirinya tetap melayani pengunjung, dengan tarif perorangnya Rp15 ribu dengan waktu tempuh selama 45 menit.
‘’Kalau hanya berkeliling danau waktu tempuh kita 45 menit, tapi kalau tujuan mereka memancing, maka akan kita antar ke tempat yang banyak ikan dan setelah itu kita tinggalkan. Barulah jika ada panggilan handphone dari pelanggan kita akan jemput kembali,’’ ucap pria yang sudah memiliki 5 orang anak dan 6 cucu ini.
Meski kulit di tubuh Zamri sudah mulai kendur dan di bagian wajahnya mulai keriput, tapi tidak menyurutkan semangatnya untuk terus bekerja. Apalagi para pengunjung danau PLTA ini bukan hanya berasal dari Kampar, tapi para pengunjung umumnya adalah para mania mancing, sehingga yang datang itu ada yang berasal dari Dumai, Kuantan Singingi, Pekanbaru bahkan dari provinsi tetangga Sumatera barat.
‘’Tamu kita datangnya jauh-jauh dan kita sempat heran, kenapa para pengunjung itu datangnya dari jauh. Tapi kita menilai karena danau ini banyak ikannya, tentu mereka mau datang meski letaknya jauh,’’ ujarnya sambil mengaku sehari mampu mengantongi uang mencapai Rp250 ribu dari hasil membawa sampan.
Kuliahkan Anak ke Perguruan Tinggi
Usaha gigih yang dilakukan A Zamri memang menjadi contoh bagi semua orang, karena dari usahanya memiliki 18 unit keramba ikan, dirinya mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai jenjang perguruan tinggi. Meski dari 5 orang anaknya itu tiga di antaranya sudah berkeluarga dan dua lainnya masih kuliah di salah satu perguruan tinggi terkemuka di Riau.
Suami Nurmaini (45) ini mengaku, selama membuka usaha tidak ada bantuan dari pemerintah dan semuanya dilakukan sendiri dan dengan modal sendiri. Sehingga hasil yang didapatnya saat ini menjadi berkah dan nikmat tersendiri, karena hasil yang besar mampu mendidik anak-anaknya untuk mengecam pendidikan lebih tinggi.
‘’Alhamdulillah dari usaha ini saya mampu menguliahkan anak ke perguruan tinggi dan ini tentunya tidak terlepas dari nikmat Allah SWT dan ke depan hendaknya usaha ini tetap lancar,’’ harapnya. Zamri menyebutkan, awalnya membuka keramba ikan ini hanyalah usaha sampingan saja dan begitu ada penampungnya, maka usahanya terus berkembang.
Meski berjalan lambat, tapi usaha yang digelutinya membuat inspirasi bagi warga lain untuk membuat keramba ikan.
‘’Sekarang sudah senang, pembelinya langsung datang ke danau. Tidak seperti dulu, kita yang mengantarkan ke pasar. Untuk kondisi saat ini sekali panen ya lumayanlah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,’’ ucapnya.
Zamri juga memperlihatkan kerambanya yang dipenuhi ikan yang siap panen dari 18 keramba ikan yang dimiliknya, ia menjaga agar panen ikannya tetap berkesinambungan. Sehingga dari 18 keramba ikan itu panennya dapat diatur, sehingga dalam satu bulan panen ikan tidak pernah putus.
‘’Sepanjang hari terus dipanen, karena kita menjaga sistem panen. Apalagi jenis ikan yang kita pelihara ini adalah jenis ikan mas yang masa panennya lebih cepat yakni 3-4 bulan,’’ ungkap Zamri.
Menurutnya, untuk bibit ikan masih dipasok dari provinsi tetangga dan jenis bibitnya adalah ikan mas itong. Jika dalam 400 kilogram bibit yang dibeli, maka akan menghasilkan ikan sebanyak 4 ton, pada saat musim panen. Dengan modal awal sebesar Rp 55 juta, dengan rincian mulai dari pembuatan keramba ikan, pakan ikan yang sekarang harganya selangit mencapai Rp335 ribu perkarung berat 50 kg.
‘’Kalau sekali panen itu kita dapat untuk Rp4-5 juta, dengan harga jual Rp16 ribu per kilogram jika diambil di dalam kerambah dan Rp18 ribu perkilogram jika kita antar sampai ke dalam mobil pembelinya,’’ tuturnya.
Bantuan dari Agen Pakan Ikan
Karena tidak ada modal, Zamri selalu memutar otaknya agar usahanya tetap berjalan. Karena untuk mendapatkan pinjaman dari pemerintah sangat sulit dan berbelit-belit, sehingga dia berusaha meyakinkan pemasok pakan ikan dan pada saat panen pakan ikan itu baru dibayar.
‘’Kita orang kecil dengan usaha kecil, tentu kita selalu terkendala modal. Apalagi harga pakan ikan naik dari Rp305 ribu menjadi Rp335 ribu per karung dengan berat 50 kilogram. Makanya kita minta keringanan kepada agen pemasok pakan ikan dan mereka percaya,’’ ujarnya.
Kalau tidak dengan cara demikian, Zamri mengaku usahanya sudah tentu bangkrut dan tidak mampu lagi untuk menghidupi keluarganya. Sehingga dengan cara barter tersebut, usaha penangkaran ikan tetap jalan dan pada saat panen barulah utang pakan ikan itu dibayarkan. ‘’Namun membina kepercayaan seperti itu sangat sulit, apalagi dengan kondisi sekarang, karena ikan di danau mudah mati, karena pengaruh enceng gondok yang sangat banyak,’’ ujarnya.(gem)
Laporan ABU KASIM, Kotopanjang
PAGI menjelang siang, sinar matahari mulai menyengat di kulit. Para pembeli ikan keramba yang akan memasarkan hasil ikan milik para petani di Danau PLTA Kotopanjang terlihat sibuk. Ada yang memasukannya ke dalam kantong plastik yang diisi oksigen dan ada juga yang mengumpulkan ikan dari beberapa keramba untuk dijual kepada pembelinya.
Sejauh mata pemandang, di danau PLTA Kotopanjang, yang luasnya lebih kurang 18 kilometer, terdapat ribuan keramba ikan, sebagai sumber mata pencarian utama masyarakat setempat. Sebelum menjadi danau kawasan itu merupakan perkampungan masyarakat, setidaknya ada 13 desa yang terpaksa ditenggelamkan untuk pembangunan PLTA Kotopanjang.
Di tengah kesibukan para petani keramba ikan, A Zamri (57) warga Desa Marangin, Kecamatan Bangkinang Barat, Kampar, adalah salah seorang warga yang memilik usaha unik, yakni pemilik sampan wisata bono pancing. Dia satu-satunya warga yang melayani para mania pancing untuk memancing ikan di sekitar danau PLTA Kotopanjang tersebut. ‘’Saya satu-satunya warga yang melayani masyarakat yang ingin memancing di sekitar danau. Bahkan saya juga mengajak masyarakat yang berkunjung ke danau PLTA untuk berwisata. Modalnya cuma perahu ‘’odong-odong’’ ini,’’ ucap Zamri.
Ia mengaku, sejak Desa Pulau Gadang ditenggelamkan pada Februari 1997, mata pencariannya sempat hilang dan baru pada 2004 dirinya mulai mencari usaha, yang diawali dengan membangun satu buah keramba ikan. Karena keterbatasan modal, maka keramba ikannya tidak mampu menghasilkan uang yang banyak untuk membiayai anak-anaknya untuk sekolah.
Namun berkat kesabarannya, Zamri saat ini memiliki 18 petak keramba ikan dan selain itu dia juga bekerja sambilan sebagai pembandu wisata mancing. Sehingga pendapatannya melebihi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari. Meski masih banyak kendala lain dalam menggelola usaha keramba ikan, namun ia lebih mencintai profesinya sebagai pemandu wisata mancing.
‘’Saya lebih senang membawa orang untuk berwisata mancing di waduk PLTA ini, karena penghasilannya lumayan besar, apalagi hanya dirinya satu-satunya yang melayani masyarakat yang datang memancing ke danau untuk diantar ke tempat memancing,’’ ucapnya.
Zamri mengaku, dengan sampan yang terbuat dari bahan fiber dan dibantu dengan satu unit mesin berkekuatan 15 PK, dirinya siap melayani siapapun yang ingin menggunakan jasa sampannya. Baik untuk sekadar rekreasi melihat pemandangan indahnya danau, maupun untuk diantarkan memancing di tempat yang dinilai banyak ikannya.
Hampir setiap hari dia melayani para pengunjung yang datang, kecuali pada hari Jumat yang memang waktu itu dipergunakan untuk beribadah. Namun pada hari-hari lain, dirinya tetap melayani pengunjung, dengan tarif perorangnya Rp15 ribu dengan waktu tempuh selama 45 menit.
‘’Kalau hanya berkeliling danau waktu tempuh kita 45 menit, tapi kalau tujuan mereka memancing, maka akan kita antar ke tempat yang banyak ikan dan setelah itu kita tinggalkan. Barulah jika ada panggilan handphone dari pelanggan kita akan jemput kembali,’’ ucap pria yang sudah memiliki 5 orang anak dan 6 cucu ini.
Meski kulit di tubuh Zamri sudah mulai kendur dan di bagian wajahnya mulai keriput, tapi tidak menyurutkan semangatnya untuk terus bekerja. Apalagi para pengunjung danau PLTA ini bukan hanya berasal dari Kampar, tapi para pengunjung umumnya adalah para mania mancing, sehingga yang datang itu ada yang berasal dari Dumai, Kuantan Singingi, Pekanbaru bahkan dari provinsi tetangga Sumatera barat.
‘’Tamu kita datangnya jauh-jauh dan kita sempat heran, kenapa para pengunjung itu datangnya dari jauh. Tapi kita menilai karena danau ini banyak ikannya, tentu mereka mau datang meski letaknya jauh,’’ ujarnya sambil mengaku sehari mampu mengantongi uang mencapai Rp250 ribu dari hasil membawa sampan.
Kuliahkan Anak ke Perguruan Tinggi
Usaha gigih yang dilakukan A Zamri memang menjadi contoh bagi semua orang, karena dari usahanya memiliki 18 unit keramba ikan, dirinya mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai jenjang perguruan tinggi. Meski dari 5 orang anaknya itu tiga di antaranya sudah berkeluarga dan dua lainnya masih kuliah di salah satu perguruan tinggi terkemuka di Riau.
Suami Nurmaini (45) ini mengaku, selama membuka usaha tidak ada bantuan dari pemerintah dan semuanya dilakukan sendiri dan dengan modal sendiri. Sehingga hasil yang didapatnya saat ini menjadi berkah dan nikmat tersendiri, karena hasil yang besar mampu mendidik anak-anaknya untuk mengecam pendidikan lebih tinggi.
‘’Alhamdulillah dari usaha ini saya mampu menguliahkan anak ke perguruan tinggi dan ini tentunya tidak terlepas dari nikmat Allah SWT dan ke depan hendaknya usaha ini tetap lancar,’’ harapnya. Zamri menyebutkan, awalnya membuka keramba ikan ini hanyalah usaha sampingan saja dan begitu ada penampungnya, maka usahanya terus berkembang.
Meski berjalan lambat, tapi usaha yang digelutinya membuat inspirasi bagi warga lain untuk membuat keramba ikan.
‘’Sekarang sudah senang, pembelinya langsung datang ke danau. Tidak seperti dulu, kita yang mengantarkan ke pasar. Untuk kondisi saat ini sekali panen ya lumayanlah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,’’ ucapnya.
Zamri juga memperlihatkan kerambanya yang dipenuhi ikan yang siap panen dari 18 keramba ikan yang dimiliknya, ia menjaga agar panen ikannya tetap berkesinambungan. Sehingga dari 18 keramba ikan itu panennya dapat diatur, sehingga dalam satu bulan panen ikan tidak pernah putus.
‘’Sepanjang hari terus dipanen, karena kita menjaga sistem panen. Apalagi jenis ikan yang kita pelihara ini adalah jenis ikan mas yang masa panennya lebih cepat yakni 3-4 bulan,’’ ungkap Zamri.
Menurutnya, untuk bibit ikan masih dipasok dari provinsi tetangga dan jenis bibitnya adalah ikan mas itong. Jika dalam 400 kilogram bibit yang dibeli, maka akan menghasilkan ikan sebanyak 4 ton, pada saat musim panen. Dengan modal awal sebesar Rp 55 juta, dengan rincian mulai dari pembuatan keramba ikan, pakan ikan yang sekarang harganya selangit mencapai Rp335 ribu perkarung berat 50 kg.
‘’Kalau sekali panen itu kita dapat untuk Rp4-5 juta, dengan harga jual Rp16 ribu per kilogram jika diambil di dalam kerambah dan Rp18 ribu perkilogram jika kita antar sampai ke dalam mobil pembelinya,’’ tuturnya.
Bantuan dari Agen Pakan Ikan
Karena tidak ada modal, Zamri selalu memutar otaknya agar usahanya tetap berjalan. Karena untuk mendapatkan pinjaman dari pemerintah sangat sulit dan berbelit-belit, sehingga dia berusaha meyakinkan pemasok pakan ikan dan pada saat panen pakan ikan itu baru dibayar.
‘’Kita orang kecil dengan usaha kecil, tentu kita selalu terkendala modal. Apalagi harga pakan ikan naik dari Rp305 ribu menjadi Rp335 ribu per karung dengan berat 50 kilogram. Makanya kita minta keringanan kepada agen pemasok pakan ikan dan mereka percaya,’’ ujarnya.
Kalau tidak dengan cara demikian, Zamri mengaku usahanya sudah tentu bangkrut dan tidak mampu lagi untuk menghidupi keluarganya. Sehingga dengan cara barter tersebut, usaha penangkaran ikan tetap jalan dan pada saat panen barulah utang pakan ikan itu dibayarkan. ‘’Namun membina kepercayaan seperti itu sangat sulit, apalagi dengan kondisi sekarang, karena ikan di danau mudah mati, karena pengaruh enceng gondok yang sangat banyak,’’ ujarnya.(gem)
+ komentar + 2 komentar
untuk menuju spot pancing , sewa perahunya brapa??dan no hp yg bisa di hubungi berapa??trimakasih
Posting Komentar